Ada seorang raja yang akan memberikan hadiah pada seniman yang dapat membuat suatu lukisan terbaik tentang kedamaian. Banyak seniman yang mencoba. Raja melihat semua lukisan itu. Tetapi hanya ada dua yang ia suka, dan ia harus memilih salah satu di antaranya.
Salah satu lukisan menggambarkan danau yang tenang. Danau itu bagaikan cermin yang sempurna bagi gunung-gunung yang menjulang tinggi di sekelilingnya. Di atasnya langit biru dengan awan di sana-sini. Semua orang yang melihatnya akan berpendapat itulah lukisan yang sempurna tentang kedamaian. Lukisan yang satu lagi menggambarkan gunung-gunung juga, tetapi tampak tegak, angkuh dan kasar. Langit hitam berawan gelap, ada halilintar di situ. Di bawah ada air terjun yang airnya bergejolak. Tampak tak ada kedamaian sama sekali.
Tetapi raja melihat di belakang air terjun ada sarang burung. Di antara riak gejolak air, duduk seekor induk burung yang sedang memberi makan pada anaknya dengan penuh kedamaian. Lukisan yang mana yang Anda kira akan menang? Raja memilih lukisan yang kedua.
Karena, kata raja, damai bukan berarti tempat yang tidak ada kegaduhan, permasalahan dan kerja keras. Kedamaian berarti bila di tengah-tengah semuanya itu tetap ada ketenangan di hati Anda. Itulah makna sejati kedamaian.
Kedamaian hati, adalah hadiah bagi insan yang teguh dalam berkebaikan. Ia tak bisa dibeli, begitu pun ia tak bercampur dengan keburukan. Tak mesti ia bersemayam dalam kesenangan, bahkan kadang justru ia hadir dalam kesulitan.
Sebab memang bukan pada kemudahan dan kesenangan itu selalu terdapat kedamaian. Bukan pula kesulitan dan musibah melulu berurusan dengan kegelisahan. Kata kuncinya adalah kebaikan. Di jalan-jalan kebaikan, kesenangan dan kesusahan sama belaka. Kedamaian bisa terasa, meski berbentuk peluh atau senyuman.
Maka bukanlah damai itu dicari dari luar. Ia ada di dalam semata. Terasa setitik demi setitik, lalu meluas hingga menembus batas-batas diri. Ia tak didapat, melainkan diusahakan. Ia alamiah semata. Buah dari pohon kebaikan yang dirawat sepenuh sungguh, hingga kala tiba saat berbuah, jauh ia dengan sendirinya, meski tak sedikit usaha mengambilnya.
Kedamaian, bukanlah hadir sebab apa yang kau genggam, melainkan sebab apa yang kau lepas. Kala kau lepas dunia, tubuhmu meringan, jiwamu melayang, menembus langit tanpa halangan. Perhatikanlah dia yang damai, niscaya kau dapati selalu sibuk memberikan daripada mengumpulkan.
0 comments:
Post a Comment