Di suatu sore, seorang anak datang kepada ayahnya, "Ayah, ayah..." kata sang anak.
"Ada apa?" tanya sang ayah.
"Aku capek, sangat capek... aku capek karena aku belajar mati-matian untuk mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek, aku mau menyontek saja! aku capek... sangat capek..."
"Aku capek karena aku harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja! Aku capek, sangat capek..."
"Aku capek karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung, aku ingin jajan terus!"
"Aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga mulutku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati..."
"Aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman temanku, sedang teman-temanku seenaknya saja bersikap kepadaku..."
"Aku capek ayah, aku capek menahan diri... Aku ingin seperti mereka, mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah!" kata sang anak sambil menangis.
Sang ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala anaknya sambil berkata, "Anakku... Ayo ikut ayah, ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu," lalu sang ayah menarik tangan sang anak kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang.
Lalu sang anak pun mulai mengeluh, "Ayah mau kemana kita? Aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. Badanku dikelilingi oleh serangga, berjalan pun susah karena ada banyak ilalang, aku benci jalan ini ayah!" Namun sang ayah hanya diam.
Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah telaga yang sangat indah, airnya begitu segar, ada banyak kupu-kupu, bunga-bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang...
"Waaaaah... tempat apa ini ayah? Aku suka! Aku suka tempat ini!" kata sang anak. Namun sang ayah hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau.
"Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah..." ujar sang ayah, lalu sang anak pun ikut duduk di samping ayahnya.
"Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? Padahal tempat ini begitu indah?"
"Tidak tahu ayah, memangnya kenapa?"
"Itu karena orang-orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tahu ada telaga indah di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu..."
"Oooh... berarti kita orang yang sabar ya yah?"
"Nah, akhirnya kau mengerti..."
"Mengerti apa? Aku tidak mengerti..."
"Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kejujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan yang kita lakukan agar kita mendapat kemenangan, seperti saat menyusuri jalan tadi...
"Bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melewati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga, namun pada akhirnya semuanya terbayar kan? Ada telaga yang sangat indah yang menjadi upahnya... Seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? Kau tidak akan mendapat apa-apa anakku, oleh karena itu bersabarlah anakku..."
"Tapi ayah, tidak mudah untuk bersabar..."
"Aku tahu, oleh karena itu ada ayah bersamamu yang akan menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat..."
Galatia 6
6:9 Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.
0 comments:
Post a Comment